Ekspedisi 32 Jam Mengitari Danau Toba - Benjamin Disraeli pernah mengatakan “Travel Teaches Toleration”, bahwa perjalanan mengajarkanmu tentang makna toleransi. Jika kita tarik kesimpulan Lebih luasnya lagi kalimat ini mengacu pada dua dimensi Toleransi terhadap dirimu dan juga orang lain . artinya Dengan sebuah perjalanan kita tidak hanya mengenali alam , namun juga menyelami diri sendiri.
Sebuah Rencana
Sebuah Rencana
Berkaca dari kutipan diatas , secara mendadak aku memutuskan untuk mengajak junior aku Khaliq Ar-razy untuk merealisasikan sebuah perjalanan kecil nan berarti. Rencana pun disusun, 2 hari sebelum malam takbiran kami tengggelam dalam diskusi diatas awan (chat) hingga menjurus kepada sebuah kesepakatan “ Lebaran ketiga nanti kami berdua akan bertolak menuju danau toba”. Pilihan ini kami aku buat sembari mengobati kegagalan rencana Khalik tahun lalu untuk mengelilingi pulau samosir. Dan akhirnya tuhanpun menjawab mimpi kecilnya yang tertunda ditahun ini. Setelah memperhitungkan itenary dan kebutuhan yang harus dipersiapkan kami memberanikan diri untuk melangkah. Bismillah..
PERSIAPAN
Tujuh Juli dua ribu Enam Belas aku mulai mempersiapkan segalanya, bekal kami untuk 3 kali makan. Air obat-obatan dan peralatan penting lain. Malam ini kami akan bertemu di rendezvous yang disepakati, PM. Al-Mukhlishin. Menjelang larut malam kami pun beristirahat sejenak guna meluruskan saraf dan otot untuk persiapan besok .
Pukul Tiga kurang seperempat aku sedikit terganggu oleh suara televisi pertandingan sepak bola Jerman vs Prancis, dalam keadaan setengah sadar Khaliq terus merengek membangunkanku untuk segera bersiap-siap berangkat. Meskipun awalnya aku sedikit ditaklukkan rasa kantuk, ia tidak menyerah untuk bersuara, hingga akhirnya aku muak mendengar ocehannya yang terus menggema ditelinga. Tepat pukul 03.30 pagi, kami melangkah dengan vixion hitam milik Khalik berdua untuk memulai sebuah perjalanan.
PENATAPAN
Melewati kota Medan Sepertiga malam terakhir adalah kondisi yang paling bebas dari segalanya, tidak ada keributan, macet, dan hiruk pikuk lalu lintas yang membosankan. Dengan mulus kami melewati itu semua hingga naik menuju pegunungan bukit barisan Sibolangit. Melewati rute yang berkelok-kelok seperti ular, menelusuri jalanan yang gelap hingga menahan dinginnya udara yang menusuk pori-pori. 1 jam dari kota medan Tepat didesa suka makmur Sibolangit kami mengarahkan sepeda motor ke sebuah SPBU besar tak jauh dari theme park greenhill. Kulihat disana sudah berbaris anak-anak muda yang hendak bertolak menuju Gunung Sibayak. Kanan kiri mobil-mobil berderet rapi beristirahat, sebuah pemandangan yang biasa terjadi dimusim mudik ini.
Setelah tangki bensin sudah penuh terisi, aku langsung meneruskan niat kearah bandar baru, menaiki tikungan amoy yang katanya menyajikan mitos mistis yang membuat merinding, lalu aku merayap setiap kelokan menuju kabupaten Karo. Kurang dari setengah jam kami sudah tiba dipenatapan, sebuah tempat strategis untuk persinggahan kami yang pertama. Penatapan merupakan deretan warung-warung yang menancap didepan gerbang pertama perbatasan tanah karo dan Deli Serdang. Umumnya pemilik warung menyediakan ciri khas jagung bakar dan rebus sebagai tema utama. Dari sini kita bisa melihat kota Bandar Baru dari kejauhan, dan jika langit cerah bonus kota Medan pun akan muncul dari kejauhan. sambil memesan secangkir teh hangat dan semangkuk mie instant aku melihat pemandangan lampu-lampu bandar baru yang berkilau keemasan, diujung sana terdapat kilau – kilau indah gemerlap lampu kota medan yang menyebar seperti kunang-kunang, indah sekali.
Setelah tangki bensin sudah penuh terisi, aku langsung meneruskan niat kearah bandar baru, menaiki tikungan amoy yang katanya menyajikan mitos mistis yang membuat merinding, lalu aku merayap setiap kelokan menuju kabupaten Karo. Kurang dari setengah jam kami sudah tiba dipenatapan, sebuah tempat strategis untuk persinggahan kami yang pertama. Penatapan merupakan deretan warung-warung yang menancap didepan gerbang pertama perbatasan tanah karo dan Deli Serdang. Umumnya pemilik warung menyediakan ciri khas jagung bakar dan rebus sebagai tema utama. Dari sini kita bisa melihat kota Bandar Baru dari kejauhan, dan jika langit cerah bonus kota Medan pun akan muncul dari kejauhan. sambil memesan secangkir teh hangat dan semangkuk mie instant aku melihat pemandangan lampu-lampu bandar baru yang berkilau keemasan, diujung sana terdapat kilau – kilau indah gemerlap lampu kota medan yang menyebar seperti kunang-kunang, indah sekali.
PAGI DI TIGA PANAH
Setelah sholat subuh di mushola km. 54 kami melanjutkan perjalanan kearah Berastagi. Langit mulai terang, saturasi warna mulai jelas, tak jauh dari gerbang Taman Hutan Raya Berastagi aku berbelok kekiri disimpang Jeruk menuju barusjahe. Kami lebih memilih jalur alternatif yang lebih tenang ini daripada melalui rute kota Kabanjahe. Kunikmati view Gunung Sinabung yang menjulang kokoh disisi kanan kami. Beberapa penduduk mulai sibuk beraktivitas, ada yang keladang, markombur diwarung juga beberapa anak-anak yang saling berkejaran bermain menghabiskan waktu liburan mereka. Diujung sepertiga jalan kami berbelok kekiri, tepat dijantung kecamatan tiga panah, disini terdapat banyak sekali orang –orang yang menjajakan buah untuk dijual, beberapa diantaranya mempromosikan untuk memetik buah secara langsung dikebunnya sendiri, sayur-sayur menghijau dipinggir jalan, pohon-pohon yang indah bersusun seakan menyapa perjalanan kami. Tepat sebelum simpang kecamatan merek Khalik mulai tak sabar untuk bergantian mengendarai sepeda motornya.
MENYAPA MENTARI DARI PUNCAK BUKIT GUNDUL
24 Km dari Kota Kabanjahe tepatnya di Kecamatan Merek kami berbelok ke kanan dari simpang Tiga menuju Desa Tongging. Pamflet penunjuk lokasi milik pemda dengan jelas mengarahkan kami menuju desa Tongging. 10 menit dari simpang kami berbelok kekiri tepat dipos retribusi yang masih kosong sebelum menuju Bukit Botak atau Gunung Sipiso–piso. Sebelum kalian mencapai Kecamatan merek, dengan jelas akan berdiri kokoh sebuah bukit indah menghijau ranu bak kediaman tempat para teletubbies. Bukit Sipiso-piso atau Gunung Sipiso namanya, merupakan satu destinasi unik bagi para wisatawan, bukit ini memiliki morfologi bentuk yang unik, bulat dan kokoh menyendiri. Vegetasi tanaman lebih banyak ditemukan sebelum puncak dari pada sekitar badan bukit.
Untuk mencapai puncaknya kita menggunakan bisa kendaraan sepeda motor dan mobil (disarankan mobil khusus offroad atau suv) perjalanan keatas kurang lebih 20 menit dan 2 jam-an bagi pejalan kaki. Jalur terjal, berbatu dan rawan longsong menjadi resiko disini. Terkadang dibeberapa titik tidak semua tanjakan mampu dilalui oleh sepeda motor standard pabrikan. Saya beberapa kali turun karena sepeda motor kami tidak sanggup menaiki tanjakan yang terkadang hampir mendekati kemiringan 80 derajat. Namun semua kesulitan ini terbayar ketika kami sampai diatas, terdapat 2 shelter dan camping ground luas yang langsung menyuguhkan view desa tongging dan danau toba. Guratan indah perbukitan, hingga syahdunya ketenangan tao toba. Semua ini seperti lukisan yang nyata.
Khalik seperti tersihir untuk terus bergaya dan menjadi model dadakan diatas ini, keindahannya tak habis-habis katanya ia terus berteriak meskipun setelahnya ia menggigil kedinginan diterpa angin pukul 07.00 pagi. Sebenarnya ini bukanlah puncak nyata dari gunung sipiso – piso, penanda puncak 1900 mdpl atau pilar kecil bisa dilalui dengan trekking selama 15 menit keatas. Kemungkinan tersesat tetap ada , karena kita akan dihadapi dua simpang yang akan menuju perbukitan lain disana. Tak lama berfoto kami sudah didatangi petugas pos yang meminta uang retribusi dan kebersihan, mereka patroli keatas dan melihat pengunjung yang datang. Dihari lebaran ini, para pelaku wisata mempunyai kebiasaan buruk dengan menaikkan tarif retribusi. Entah bagaimana kami dikutip 10.000 perorang, 2 kali lipat lebih banyak dari tahun sebelumnya kemari. What a strange!!
AIR TERJUN SIPISO – PISO
Turun dari Bukit Gundul, kami melanjutkan perjalanan menuju Lokasi Air Terjun Sipiso-piso, air terjun setinggi 120 meter dan merupakan 10 besar air terjun tertinggi di Indonesia. Airnya mengalir dari bawah tanah dan berhilir langsung menuju danau toba. Untuk mencapai dasarnya kita harus sedikit mempersiapkan stamina menuruni ratusan anak tangga yang sudah dipersiapkan bagi pengunjung. Tempat ini juga menjadi salah satu lokasi syuting film dokumenter the act of killing yang berhasil menyabet berbagai penghargaan internasional. Digerbang desa Tongging kami disapa oleh petugas yang mengutip retribusi 2000 rupiah /orang. sebelum menuju anak tangga pertama kami memarkirkan sepeda motor tepat didepan deretan warung-warung kecil disini. Dengan ramah, salah seorang menyapa kami, “bang, barangnya boleh dititip disini kok..gapapa,” bayar gak kak “ sambut khalik , ga usah bayar asal nanti minum2nya disini ya“ katanya. strategi promosi yang bagus dari pemilik warung ini pikirku, nilai plus dan service untuk pelanggan.
Beranjak dari sana, kami mulai menuruni anak tangga, lagi –lagi pungli mengutip pengunjung dengan alasan klasik atas nama uang kebersihan. `aku hanya bisa menghembuskan nafas melihat kejadian ini. Terlalu banyak kutipan- kutipan yang tidak jelas asal usulnya. Satu persatu kaki kami menuruni tangga hingga ke dasar air terjun selama 20 menit , inilah keseimbangan antara alam dan manusia terletak, keindahan air terjun sipiso – piso menghipnotis kami sejak awal perjalanan, disini percikan air berterbangan menghempas wajah kami, pakaian mulai basah dan rambut kami lembab dan berembun. Wonderful...satu kata yang layak kulayangkan untuk ciptaan tuhan.
Setelah puas berfoto dan menikmati alam, Aku dan Khaliq memutuskan kembali keatas, disinilah kekuatan kaki diuji. Cukup lelah dan menguras stamina, jika tidak benar–benar berniat untuk berolahraga disini lebih tidak usah turun sampai dasar air terjun pikirku. Khaliq yang tidak pemanasan kulihat juga mulai meringis kesakitan. Setelah beberapa kali berhenti dishelter yang tersedia disana, kami akhirnya tiba diatas. Kembali kewarung dimana kami menitipkan barang. Dengan segelas teh dingin Kami mulai berdiskusi untuk merobah rencana, menginap dipenginapan menjadi alternatif kami yang baru hari ini, selesai berdiskusi sepasang suami istri dan anak-anaknya yang duduk disebelah kami dengan berbaik hati membayar pesanan kami, setelah berterima kasih kami melanjutkan rencana. Melusuri indahnya desa Tongging
SIHIR TONGGING DAN PESONA SILALAHI
Tongging adalah sebuah desa kecil yang kami lewati, scene disini sungguh indah dan menakjubkan Pemandangannya, tak kalah menarik dari Ladakh di kashmir, India atau Lago Roca Patagonia, Argentina. Siapapun yang datang kemari akan tersihir oleh barisan bukit-bukit hijau nan indah, suasana penduduk yang damai ditambah birunya air Danau Toba. Sayang sekali keindahan seperti ini sering tidak imbangi dengan infrastruktur dan fasilitas yang kurang maksimal. Beberapa jalan sering berlubang, dan retribusi ilegal berkeliaran disekitar sini. Hanya beberapa hotel kecil dan plank pemandian alam yang kami jumpa, Ingin rasanya jika suatu saat tongging dan sipiso-piso terhubung dengan cable car layaknya di swiss atau jepang. :D
Dua puluh dua kilometer dari desa tongging terdapat sebuah desa budaya yang dikenal dengan nama Silalahi Sabungan, Kecamatan Paropo Kabupaten Dairi. Untuk menuju kesana Dari arah dermaga dan pasar tongging kita berbelok kekanan dan mengikuti jalan. Selama perjalanan kita ditemani oleh tebing bebatuan dan perkebunan masyarakat disebelah kanan dan beberapa tambak ikan ditepi kiri danau toba. Berulang kali kami berguncang dijalan yang rusak menuju desa ini. Kurang dari satu jam kami pun singgah ditugu marga silalahi, tugu ini mirip dengan monas yang mini, terdapat semacam api keemasan diatasnya. Disamping tugu berdiri rumah bolon sebagai simbol rumah adat suku batak. Disekitar tugu terdapat berbagai prasasti yang menjelaskan tarombo atau bilah keturunan marga silalahi juga ukiran–ukiran relief yang menceritakan momen raja Silahi Sabungan memilih pinggan matio, putri raja Parultep dari negeri pakpak sebagai istrinya.
Kondisi cuaca yang panas terik dan tidak diperbolehkannya memakai alas kaki diatas tangga tugu membuat kaki kami benar-benar kepanasan, sayang sekali kali ini kami mengurungkan niat mendengarkan kisah yang lebih dari guide yang berada disamping tugu, tak jauh kearah bawah tugu kami singgah sejenak dibawah pohon mangga yang besar, sambil mengeluarkan bekal makan siang. Disini bisa kami lihat dengan luas hamparan danau toba, dan dari kejauhan juga terlihat tembok besar milik PLTA Renum, setelah menghabiskan sisa stok makanan kholik sedikit menyesal untuk tidak membawa alat pancingnya disini. Ia menyaksikan beberapa orang terlihat asyik memancing ditepi danau, sementara aku berusaha berbincang dengan penduduk setempat untuk menggali informasi lebih spot yang bisa kami datangi nanti. Seteleh istirahat sejenak aku dan khaliq menyewa ban diwarung tak jauh dari bibir pantai, pukul 15.00 tepat kami langsung menceburkan diri kedanau...byurrrr....
DI DAIRI UNTUK SEBUAH PERJALANAN
Selepas menikmati indahnya danau toba dibalik Silalahi, kami melanjutkan perjalanan kearah jalan lintas dairi. Berbekal informasi penduduk setempat, dari simpang tiga PLTA renum kami belok kekanan dan menanjaki bukit yang berisi jalan alternatif yang lebih mulus dari rute menuju desa Silalahi tadi. Dipuncak bukit kulihat BTS provider telekomunikasi yang menjadi penanda jalan. Setelah pusing berkelok-kelok diatas bukit akhirnya kami tiba dijalan lintas sidikalang – Sumbul bebelok kekiri kurang lebih setengah jam kearah Taman Wisata Iman Dairi. Tengah perjalanan aku merasa rantai sepeda motor khaliq lebih kendur, berulang kali kuperingatkan khalik tentang kondisi kendaraannya namun anak ini masih yakin dan keras kepala kalau semuanya baik – baik saja. “aman tu bang “ katanya. baiklah . jika memang itu menurutmu, pikirku.
Sesaat kami berhenti ditepi jalan dan mulai berganti posisi, aku menjadi pilot kemudi dan khalik duduk manis dibelakang, setelah beberapa menit berkendara kami melewati Air Terjun Lae Pendaroh yang mengalir persis disamping jalan lintas sidikalang Kecamatan Sitinjo. Melihat pengunjung yang begitu ramai kami mengurungkan niat untuk singgah, air terjun ini memang unik, selain letaknya pinggir jalan kabarnya air ini terkadang bisa berubah warna kemerahan-merahan. Mungkin dilain trip aku bisa menceritakan lebih detail tentang air terjun ini.
Dairi adalah salah satu kabupaten dengan ribuan pesona, daerah yang terkenal dengan ikonik kopi dan duriannya ini menyimpan pemandangan yang indah yang salah satunya bisa kita lihat diatas bukit sitinjo yang menawarkan wisata taman iman yang menjadi taman miniatur 5 agama di Indonesia. Dua tahun lalu saya berkunjung disini dan pesona dairi masih belum pudar. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB dan kami masih berada di Sitinjo. Tak jauh dari TWI terdapat simpang tiga besar, kami belok kiri kearah dolok sanggul. dari sini masih sekitar 45 menit lagi menuju simpang tele via sigalingging dan parbuluan. Disini saya dan khalik benar-benar menikmati perjalanan, bukit-bukit yang berjejer rapi hingga kuda- kuda yang santai menikmati rumput dilapangan luas. Situasi Ini mengingatkanku pada cerita che guevara dalam film el diario de motocicleta yang menikmati perjalanan diatas sepeda motornya bersama sahabatnya Albert Gustavo Mandes yang berjuang bersama menemukan jati diri mereka lewat sebuah perjalanan. Kami tidak hanya berjalan dan berkendara tapi lebih dari itu kami juga menikmati apa yang kami lalui dan jumpai.
SUNSET DI TELE
Khaliq mulai sedikit resah, mentari yang mulai bergerak kebarat membuatnya sedikit khawatir akan ketinggalan moment sunset di Menara Pandang Tele, berulang kali dia gelisah dengan situasi yang ada. “tenang saja kau lik” ucapku. Meski rute dari kabupaten samosir sebagian besar bagus, tetap saja ada borok-borok kecil dijalan yang membuatku harus hati-hati berkendara. Ditambah aksi kejar-kejaran minibus samosir pribumi yang bertolak menuju pangururan semakin membuatnya tidak tenang. Dari simpang tele kami berbelok kekiri, tak butuh waktu lama kami pun tiba di Menara pandang Tele, didepan kita sudah dikutip tarif retribusi masuk dua ribu rupiah. Dari sini kita bisa melihat view terindah Danau toba yang bergandeng dengan gunung pusuk buhit. Khalikpun dengan “katrok” terus ingin melampiaskan rasa narsis disini.
DARI PANGURURAN MENUJU TUKTUK SIADONG
Sebenarnya ada banyak sekali wisata di Sekitar danau toba yang belum kami lewati, di harian dan Sianjur Mula-mula saja mungkin ada puluhan spot yang layak untuk dijejaki. Namun waktu jualah yang membatasi. Langit mulai gelap dan kami harus bergegas mencari tempat beristirahat. Setelah melewati jembatan perbatasan samosir dan pulau sumatera kami tiba di kota pangururan, ibu kota kabupaten samosir. Dari sini masih berjarak sekitar 40 km lagi dari kawasan tuk-tuk siadong. Khalik terlihat mulai kelelahan membawa kendaraan, betis dan pahaku pun mulai terasa berdenyut ngilu akibat melintasi trek disipiso–sipiso tadi. Ditambah beberapa titik jalan yang benar – benar berlubang dan rusak parah. Hampir satu jam setengah dari pangurua , akhirnya kami tiba di simpang menuju kawasan tuktuk siadong. Disinilah pusat akomodasi dan informasi turis di pulau samosir, didalam berjejer puluhan hotel yang mengelilingi tanjung ini. Jalannya melingkar seperti ringroad dikota besar. Tidak terlalu besar dan bisa dikelilingi dalam 30 menit saja berjalan kaki.
Kami singgah sementara dirumah makan fajar Islam. Jam sudah menunjukkan pukul dua puluh satu tepat. sementara belum ada satupun info penginapan yang kami dapat. Setelah bertanya pada pemilik rumah makan, kami mendapat komentar yang sedikit mengecewakan. Bahwa, dihari lebaran harga hotel di tuktuk akan lebih mahal dari biasanya. Ditambah lagi, hampir semua hotel sudah terisi penuh dengan wisatawan yang berlibur disini. Tak menyerah dengan pernyataan itu kami mulai menyisir hotel, benar saja hampir semua kamar sudah penuh. Untung saja, ada seorang pedagang yang mengarahkan kami ke penginapan yang masih menyediakan kamar kosong. Tony’s Bungalow namanya. Lokasinya hampir terujung dari barisan hotel yang lain, didepannya berhadapan langsung dengan danau toba. Harga yang diberi pun cukup mahal untuk penginapan tanpa sarapan, peralatan mandi dan AC. Dua ratus ribu rupiah permalam.
Dengan berdalih bahwa masih libur lebaran mereka menaikan tarif hampir dua kali lipat dari harga normal. Mau tak mau kami harus mengalah pada kondisi badan, sampai dikamar no 4, Khalik langsung merebahkan badan dan aku kembali keatas untuk terus berbincang dengan pemilik penginapan. Aku berbincang-bincang menanyakan informasi yang bisa digali. Tak lama berdialog, sepasang turis asing asal prancis datang menanyakan informasi kamar kosong. Mereka terkejut mendengar tarif kamar yang lebih mahal dan berbeda dari informasi yang didapat, merekapun kembali mencari bungalow yang lain. Malam semakin larut dan kuputuskan untuk kembali ke kamar untuk beristirahat.
GOOD MORNING, TUKTUK
Pagi – pagi sekali aku sudah bangun dari kamar, didepan penginapan sudah tampak langit yang mulai membiru dari kegelapan. Air toba terlihat sangat tenang, beberapa turis sudah bersemangat memainkan jetski yang mereka sewa. Kapal–kapal feri kecil mulai sibuk bergerak. Dan beberapa pengunjung membawa alat pancing untuk menuangkan hobi didanau. Aku mengajak khalik untuk berjalan keliling tuktuk siadong melihat aktifitas pagi disini. Khalik masih mengantuk merasa lelah untuk bangkit, ditambah kakinya yang sedikit keseleo membuatnya malas keluar kamar. Namun aku coba untuk memaksanya bergerak, dia pun mengalah dan mengikuti alurku.
Tuktuk siadong merupakan tanjung kecil nan indah terletak di kecamatan Simanindo, pulau Samosir. Disinilah pusat kawasan sentral wisata (central tourism district) di pulau Samosir. Terdapat banyak fasilitas yang diminati turis mancanegara seperti akomodasi, restoran, moneychanger, industri kreatif hingga penyewaan kendaraan. Melihat beberapa industri kreatif yang ada, khalik tertarik membeli beberapa souvenir ukiran dengan tema Lake Toba. dia mencoba melihat beberapa patung ukiran dan gantungan kunci bernuansa batak disini. Setelah itu kami lanjutkan berkeliling dan sejenak berfoto ria didepan danau toba cottage dengan background perbukitan hijau yang indah.
Danau toba memang indah, tapi siapa sangka ledakan lebih 75.000 tahun lalu mampu menciptakan kaldera sebesar ini dengan rata-rata kedalaman air 450 meter dan palung menjadi titik terdalam yang bisa diukur berada di haranggaol. Danau seluas kurang lebih seribu dua ratus meter persegi ini menjadi destinasi unik dengan jutaan pesonanya. Baru-baru ini Presiden Jokowi pun mulai mengkultuskan danau Toba dengan slogan monaco of Asia, ditambah geopark yang sedang dibangun disini. Wilayah danau toba sendiri diliputi oleh 7 kabupaten ( Karo, Simalungun, Dairi, Tobasa, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan dan Samosir) di provinsi Sumatera utara. Berulang kali kucoba jelaskan kepada khalik tentang isi dan budaya di Tao Toba ini. Setelah puas berjalan keliling dan menikmati segelas mie instan cup, kami kembali ke penginapan, rencana kali menceburkan diri kedanau toba ...lake toba...!!here we go...
SIALLAGAN, CERITA KANIBALISME DARI AMBARITA
Pukul 10.30 kami sudah bersiap-siap untuk check out dari penginapan, kami akan melanjutkan perjalanan ke dua tempat yang belum kami singgahi. Yang pertama Batu Kursi Siallagan dan Pusat Souvenir Danau Toba Desa Tomok. Untuk destinasi pertama, tidak sulit untuk mencapai batu kursi Siallagan dari penginapan kami, hanya lurus mengikuti jalan lingkar tomok menuju desa ambarita, dan kita akan menemukan sebuah tempat dengan pagar batu besar dan terdapat gapura batu kursi Siallagan. Disini kami disuruh mengisi buku tamu dan membayar retribusi 3000 perorang dan kami pun diarahkan tepat disamping rumah adat dan patung sigale-gale. Disini aku dan Khaliq mendengar dengan seksama sejarah sadis dari kisah Huta Siallagan sebelum masuknya Agama.
Disini terdapat 8 rumah adat batak yang diperkirakan berumur ratusan tahun lamanya, meskipun telah dilakukan renovasi pada beberapa bagian rumah disini, namun tidak meninggalkan nilai asli dari bentuk rumahnya. Disini juga dijelaskan tentang sejarah siallagan, batu persidangan hingga eksekusi tawanan milik raja. Bahkan dalam selipan cerita konon sebelum masuk agama Kristen di Samosir para raja, datuk dan panglima akan menyantap hati dan jantung tawanan sebagai simbol meningkatkan kesaktian, stigma inilah yang berkembang dimasyarakat bahwa orang-orang batak kuno terkenal dengan kanibalismenya di desa Ambarita.
Namun pada abad ke 18 beberapa missionaris kristen mencoba menyebarkan agama di sini, utusan dari Inggris, Nathan Ward dan Amerika, munson pernah mencoba memahamkan agamanya. Namun masih gagal dan pulang kembali kenegaranya, hingga akhirnya seorang missionaris Jerman, Nommensen berhasil menyebarkan ajarannya melalui asertasi adat dan bahasa batak yang ia pelajari dan kombinasikan pada nilai agama. Dan sejak saat itulah budaya persidangan mulai pudar dan masyarakat batak mulai taat pada agama. Ini membuktikan bahwa agama benar–benar merubah kebiasaan masyarakat zaman dahulu, dan sedikit heran saja masih ada orang yang meremehkan agama dan lebih memilih tenggelam dalam atheisme dan drama komunisme dizaman sekarang.
Selesai mendengar penjelasan itu kami diajak pemandu untuk ikut menortor bersama sigale-gale, si Khalik yang awalnya ragu – ragu aku dorong supaya ikut menyelam bersama adat masyarakat batak, “ayo lik, inti travelling tidak hanya pada jalan-jalannya...tapi toleransi dan berbaur dengan budayanya“ kataku. Dia pun maju dan mulai menortor bersama puluhan turis, tak lupa dokumentasi pun aku ambil . cekrek.....
DESA TOMOK DAN KISAH PANGLIMA ACEH
Beranjak dari Desa Ambarita kami bergerak menuju Desa Tomok, sepanjang perjalanan kami disuguhi scene kombinasi perbukitan dan sawah yang mulai menguning. Penduduk samosir yang ramah dan bersahabat, hingga kerbau-kerbau yang berdiri tenang menikmati rumputnya. Harmoni ini begitu mahal, dan tidak kami dapatkan dihiruk pikuk kota yang menyimpan segudang kemajuan dibalik kepalsuan adatnya. Ingin rasanya menikmati lebih jauh lagi keindahan ini, namun planning kami berakhir hari ini, ternyata tidak cukup menikmati samosir hanya satu atau dua hari saja. Minimal kami butuh waktu seminggu untuk menjelajahinya secara total. Ah ..lamunanku buyar, kami sudah hampir dekat dengan pusat souvenir desa Tomok. Kami titipkan sepeda motor di depan, dan mulai masuk melihat puluhan penjual souvenir khas danau toba, dari baju-bajuan, kerajinan tangan hingga beberapa makanan. Didalam terdapat beberapa spot wisata lagi dari makam raja sidabutar, sigale-gale dan museum batak .
Aku dan khalik memutuskan untuk melihat wisata sejarah raja sidabutar saja, karena wisata sigale-gale dan museum memilki kemiripan dengan siallagan dan hutabolon. Disini (makam raja sidabutar ) kami diharuskan memakai ulos sebagai simbol penghormatan kepada wilayah sakral makam raja, disana sudah ada pemandu yang ditugaskan untuk memberikan cerita sejarah kepada penduduk. Cerita ini sudah berkali – kali kudengar setiap kali pergi kedesa Tomok dengan makam raja sidabutar yang berusia ratusan tahun ini, namun bagi Khalik ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki ditanah samosir ini. Selain cerita raja sidabutar dengan sejarahnya, ada satu poin yang membuatku tertegun, bahwa raja sidabutar II yang bernama oppu ujung barita sidabutar telah mengenal hubungan dengan orang-orang Aceh sebelum datang missionaris ketanah samosir ini. Bahkan terdapat patung dibawah kepala raja sidabutar II seorang yang memakai songkok yang bernama tengku muhammad Said dari Aceh, dalam cerita pemandu dia belajar budaya dan kesaktian dari raja sidabutar ke II. Meskipun tidak memeluk agama Islam raja sidabutar mengangkat tengku menjadi panglima pasukannya dan berhasil memperluas wilayahnya di Sumatara Utara .
CERITA KASIH TAK SAMPAI SANG RAJA
Dibelakang, patung raja ke II saya juga melihat patung wanita yang bernama Anting malela boru Sinaga, dia adalah kisah kasih tak sampai dari sang raja. Konon ceritanya ia adalah wanita tercantik dipelosok Samosir, sempat menjadi tunangan sang raja dan dihari pernikahan, anting malah menolak dengan lantang sang raja, dengan dalih ia tidak mencintai Raja Sidabutar. Dengan sedih raja menerima, namun raja menemukan keganjilan bahwa anting telah diguna-guna yang disebut dorma sijundai, yang konon katanya jika guna-guna itu mengenai perempuan ia tidak akan sembuh dan bahkan bisa sakit jiwa sepanjang hidupnya. Patung ini kabarnya dibuat sebelum merencanakan pernikahan, sebagai peringatan yang tak bisa dilupakan sang raja.
Cerita ini begitu menguras emosi, tak kalah menarik dari kisah cinta cerita Julius cesar dan Cleopatra, atau kesedihan syah jenan dengan kepergian mumtaz mahal ataupun kasih tak sampai foklor barat tentang Romeo dan Juliet. Meskipun berbeda alur, namun kisah cinta tak pernah lepas dari kehidupan seorang manusia. Bahkan Nabi Muhammad sendiri, begitu kehilangan sang permaisurinya Siti Khadijah, kesedihan yang mendalam tak bisa ia tutupi dan dihibur oleh tuhan melalui Peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Disinilah nilai perjalanan ini kami dapat, Khalik pun mengangguk–angguk tanda puas terhadap isi perjalanan. Kami pun akhirnya meninggalkan destinasi terakhir kami dipulau samosir dan bergegas berangkat pulang menuju Kota Medan.
SAMPAI JUMPA , PULAU SAMOSIR ..!!
Pukul 13.00 Tepat, hari keempat lebaran, Aku dan Khalik mengantri menaiki kapal feri kecil yang biasa dituju untuk mengangkut penumpang. Namun, mereka memanfaatkan ruang kosong dikanan dan kiri untuk menjadi tempat sepeda motor. Feri ini mengangkut seratusan penumpang mengantar kami menuju pelabuhan Ajibata. Sebenarnya ada feri yang lebih besar bisa kami naiki, namun dihari libur panjang seperti ini pelabuhan benar-benar padat, dan aku lebih memilih feri yang lebih kecil dengan alasan yang lebih fleksibel dan mudah. Untuk feri Biasanya pembayaran dilakukan diatas kapal, tanpa struk atau kertas asuransi. Dan Lebaran ini tarif angkutan pun ikut melunjak, masyarakat pun mulai mengikuti alur pasar dan konsep supply and demmand dalam ilmu Ekonomi.
45 menit lamanya diatas kapal, akhirnya kami tiba didermaga prapat tak jauh dari feri ajibata. Kami pun turun dan melanjutkan perjalanan menuju kota Medan. Ada rasa puas, penasaran dan lelah yang bercampur aduk dalam perjalanan kami kali ini. Namun semua itu tidak akan membuat kami kapok untuk melakukan perjalanan lagi. Melalui perjalanan kita bisa mengenali diri kita, dan melalui perjalanan pula kita belajar mengenal orang lain. Ayo keluar dari zona nyaman kita, ajak teman-teman kalian.. lakukan sebuah perjalanan. Tentukan petualangan milik kalian. Dan yakinlah pengalaman itu lebih berharga dari uang.
Keep Travelling !!
Itenary Perjalanan kami di Danau Toba 2 hari 1 Malam (Motorbike)
HARI I = JUM’AT , 8 JULI 2016
03.00 : Persiapan Berangkat
03.30 : Berangkat dari Tanjung Morawa
04.45 : Isi Bensin di SPBU Sibolangit
05.00 : ISHOMA di Penatapan Berastagi
06.00 : Lanjutkan Perjalanan Kearah Barusjahe - Merek
07.00 : Tiba di pos Bukit Botak Sipiso – piso
07.20 : di Puncak bukit Botak
08.00 : Turun ke arah Air Terjun Sipiso-piso
09.15 : Naik keatas, dan Minum di Warung
10.00 : Lanjut ke arah Tongging
11.30 : Tiba di Tugu Marga Silalahi
12.30 : ISHOMA di pinggir Danau
14.00 : Berenang
15.45 : Persiapan menuju tele
17.30 : Menikmati pemandangan menara tele
18.00 : Berangkat ke Pangururan
19.00 : Singgah sejenak di Pangururan dan lanjut ke Tuktuk
21.00 : Makan malam di RM. Fajar Islam Tuktuk
21.30 : Check in di penginapan Tony
22.00 : Istirahat
HARI II = SABTU , 9 JULI 2016
05.00 : Bangun tidur
06. 00 : Jalan santai Keliling tuktuk
07.00 : Sarapan
07.30 : Swimming di Danau Toba
09.30 : Persiapan Checkout
10.30 : Check out dan menuju Batu Kursi
11.00 : Wisata di Stone Chair Siallagan
12.00 : Menuju Desak Tomok dan Makam raja Sidabutar
13.00 : Ke Dermaga tomok
14.00 : Ishoma
14.30 : Back To Medan
Biaya Perjalanan untuk 2 Orang
Bensin : 85000
Sarapan Penatapan : 20000
Bukit Sipiso-piso : 20000 (Uang Kebersihan dan retribusi)
Makan Siang dan Cemilan: 30000 (Bekal masing2)
Air Terjun Sipiso-piso : 10000 (parkir dan retribusi)
Tongging : 2000 ( Parkir)
Silalahi : 5000 ( Parkir)
Sewa Ban : 10000
Tele : 4000 ( Retribusi)
Makan malam dituktuk : 40000
Penginapan : 200000
Minuman : 10000 (Aqua Besar)
Sarapan : 16000 (POP MIE)
Huta Siallagan : 10000 ( Retribusi , parkir dan sumbangan)
Tomok : 5000 ( Parkir dan retribusi )
Biaya Feri Tomok : 26000 (2 orang dan 1 kendaraan)
Makan Siang : 36.000
Total Biaya dua hari satu malam : 529.000 Rupiah
Written By : Abdul Karim
Written By : Abdul Karim
Posting Komentar untuk "Ekspedisi 32 Jam Mengitari Danau Toba"
# Silahkan Anda Berkomentar dengan Baik dan Sopan
# Pesan dilarang Mengandung SARA dan Spam
# Terima Kasih Telah berkunjung di MedanWisata.Com